CPO Kalimantan Hanya di Maloy
18 September 2008
Admin Website
Artikel
4463
Bupati Kutim Awang Faroek Ishak belum lama ini mengatakan, jika dibandingkan dengan Ketapang dan Batu Licin di Kalsel, posisi Maloy jauh lebih baik. Sebab, drafnya saja mencapai 18 meter dan berada di posisi strategis. Yakni, berhadapan dengan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) 2 yang dimasa datang akan ada 50 ribu kapal hilir mudik di kawasan itu.
Awang merincikan, target Kaltim dengan 1 juta hektare sawit, kemudian Kalteng 2 juta hektare, Kalbar 2 juta hektare dan Kalsel sekitar 750 hektare, totalnya akan mencapai 6 juta hektare yang otomastis memerlukan outlet ekspor strategis seperti di Maloy.
Semua industri kelapa sawit, katanya, akan diolah dan diproduksi di Maloy. Ke depan Maloy akan dikembangkan menjadi kawasan industri Port Plank atau Johor Malaysia. Untuk mengembangkan Maloy, Pemkab Kutim telah memenuhi enam persyaratan untuk usulan sebagai kawasan ekonomi khusus. Yakni, komitmen yang kuat dari pemerintah daerah, rencana tata ruang dan studi kelayakan serta AMDAL juga terpenuhi. Letak Maloy yang strategis dekat dengan jalur perdagangan internasional dan berhadapan dengan ALKI 2, serta layak dikembangkan. Selain itu, dukungan infrastruktur dan lahan di Maloy.
"Terakhir sudah mempersiapkan dukungan, yakni bekerja sama dengan PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Red.) Medan mendirikan Pustekinfo (pusat eknologi dan informasi, Red.) perkebunan," sebutnya.
Jika Maloy terwujud, produk perkebunan dari Sulawesi tidak lagi melalui Surabaya ke Singapura. "Cukup menyeberang ke Kalimantan," katanya.
Bupati Awang Fareok menambahkan, beberapa kebijakan yang dilakukan Pemkab guna menyukseskan program revitalisasi pertanian melalui sektor perkebunan pro-rakyat. Di antaranya, program redistribusi lahan seluas lima hektare secara bertahap sekaligus memberikan sertifikat hak milik atas lahan, pemberian bantuan bibit dan alat pertanian, meningkatkan SDM dengan mendirikan pusat pendidikan agribisnis di Kecamatan Kaubun. Selanjutnya, mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (Stiper) Kutim yang mahasiswanya begitu lulus langsung dipekerjakan di perkebunan.
"Sampai saat ini, kami telah membagi-bagikan tidak kurang dari 38 ribu sertifikat gratis. Itu menjadi modal awal dan akses bagi petani kami untuk bekerja sama dengan perusahaan," ujar AFI.
Dengan demikian, masyarakat Kutim tidak hanya bisa bekerja di perusahaan sawit tapi juga pemilik lahan.
DIKUTIP DARI KALTIM POST, KAMIS, 18 SEPTEMBER 2008