Kaltim Jual Maloi ke Pengusaha Perkebunan
23 Februari 2009
Admin Website
Artikel
5299
#img1# Dalam kesempatan itu, Awang mengatakan bahwa selain pengembangan pelabuhan Maloi yang memiliki kedalaman laut hingga 18 meter, Kaltim juga sudah menyiapkan kawasan pengembangan agrobisnis yang mencapai puluhan ribu hektare, sehingga akan mempermudah investor untuk masuk.
Pelabuhan Maloi sendiri adalah kawasan terbuka yang langsung menghadap laut lepas di Alur Laut Kepulauan Indonesia (Alki) 2 yang saat ini masih sepi dari lalu lintas kapal angkutan barang dan jasa.
Dan karena saat ini jalur laut Alki 1 sudah sangat padat, sehingga Alki 2 menjadi alternatifnya. Kondisi ini menyebabkan keberadaan Maloi sangat tepat untuk kegiatan bongkar muat barang dan jasa di wilayah Indonesia Timur, dan kondisi itulah yang menggambarkan potensi Maloi.
"Tahun ini kita mendapat dukungan APBN Rp40 miliar untuk perluasan pelabuhan, sehingga kini tinggal pengusaha perkebunan untuk segera memanfaatkan berbagai kawasan ekonomi yang telah ditatapkan," ujar Awang.
Kawasan Maloi dan sekitarnya tidak hanya dikembangkan untuk outlet Crude Palm Oil (CPO), namun juga untuk pengembangan berbagai produksi turunan CPO, termasuk terminal angkutan batu bara.
Ditambah juga dengan dikembangkannya kawasan perkebunan lain, seperti nanas, sorgum (sejening jagung-jagungan), kenaf (untuk menghasilkan serat khusus) dan berbagai potensi agrobisnis lainnya sehingga potensi Pelabuhan Maloi didukung dengan pengembangan kawasan ekonomi terpadu yang memadai.
Guna mendukung program itu, Kaltim juga berencana membangun jalan bebas hambatan dari Balikpapan, Samarinda-Bontang-Sengata-Bengalon, Muara Wahau-Kaliurang hingga ke Maloi untuk mendukung kelancaran transportasi.
Namun, untuk sementara Kaltim masih akan berupaya untuk memperoleh pendanaan pemerintah pusat guna memperbaiki jalan lintas Kalimantan di Kaltim yang kondisinya sangat memprihatinkan.
"Kita berharap sejumlah ruas jalan yang rusak di kawasan utara Kaltim segera diperbaiki, sehingga arus lalu lintas barang dan jasa kembali normal untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi di kawasan tersebut," tambahnya.
Menyinggung tentang model Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloi, Awang mengatakan bahwa setidaknya KEK Maloi bisa menyaingi atau bahkan melebihi Portlang milik Malaysia. Dan tidak mungkin, KEK Maloi mampu menjadi salah satu penopang ekonomi di negeri itu.
Awang mengatakan, Kaltim harus bergerak cepat dalam mengembangkan kawasan Maloi, karena pada saat ini Malaysia juga berniat membangun pelabuhan yang sama di kawasan Lahan Datu.
"Jika Malaysia duluan, maka kita akan tertinggal sehingga perlu dukungan semua pihak, termasuk swasta untuk segera mewujudkan keinginan tersebut, sehingga Maloi bisa menjadi andalan di kawasan Timur Indonesia," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Gapki Kaltim, Said Sjafran menyatakan dukungannya terhadap rencana itu, karena dampaknya sangat siginifikan bagi kegiatan usaha perkebunan, khususnya di Kaltim.
"Kita berharap pembangunannya tidak terlalu lama, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dengan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Maloi dan sekitarnya. Tapi ketersediaan sarana infrastruktur mutlak adanya," demkian Siad Sjafran.
DIKUTIP DARI SAMARINDA POST, MINGGU, 22 PEBRUARI 2009