(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

Kenapa Kopi Tak Berkembang di Kaltim, Ini Alasannya

19 Februari 2016 Admin Website Berita Daerah 6156
Kenapa Kopi Tak Berkembang di Kaltim, Ini Alasannya

SAMARINDA. KOPI. Minuman berwarna hitam yang tak akan tergantikan oleh minuman jenis apapun di dunia ini. Justru kian tren di kancah global. Potensinya cukup besar untuk ikut menopang ekonomi provinsi ini. Tidak menutup kemungkinan, bila digarap serius sejak kini, beberapa waktu ke depan biji kopi itu bakal masuk komoditi unggulan Kaltim.

Akademisi Universitas Mulawarman Dr Zulkarnain menilai, kopi merupakan komoditi tanaman yang sangat berprospek. Terlebih, saat ini tren penikmat kopi sedang mendunia. Berbagai brand minuman kopi di penjuru dunia merebak, salah satunya Starbucks, menjual kopi yang diambil dari Tanah Air. Malah, bisa menjual kopi yang berasal dari Indonesia dengan harga mahal. Peluang ini mesti ditangkap. Kopi bisa tumbuh di mana saja. Terlebih lagi, Kaltim memiliki lahan pertanian yang luas.

"Masalahnya adalah, sistem perencanaan pemerintah ketika membuat visi agrobisnis tidak disesuaikan dengan ruang pertanamannya. Padahal, Kaltim memiliki visi ekonomi berbasis SDA (sumber daya alam), salah satunya pertanian," ungkap pengamat dari Fakultas Pertanian ini.

Dia menjelaskan, kopi saat ini memang belum termasuk sektor unggulan di Kaltim. Padahal, tren kopi yang kini mendunia itu memiliki potensi pasar yang berkelanjutan. Sehingga, mampu memperkuat ekonomi regional dan kerakyatan.

"Saat ini, tata ruang Kaltim belum mengakomodasi peruntukan lahan kopi. Tanaman ini bisa tumbuh di mana saja. Banyak dari lahan sektor hutan yang cocok untuk pertanian, tapi tak bisa digunakan karena tak diberi peruntukan dalam tata ruang Kaltim. Jadi, sampai kini tata ruang dibentuk apa adanya," urai dosen bidang tata ruang pertanian ini.

Diterangkannya, mestinya komoditi-komoditi tanaman di Kaltim lebih diatur. Sebab, psikologi para petani selalu mengikuti tren pasar. "Mereka (petani) sering tak konsisten. Tanaman jenis mana yang sedang tren, itu yang ditanam. Lalu, tanaman yang tidak lagi tren ditebang," ucapnya.

Sementara pengamat pertanian Bidang Iklim, Dr Ir Syamad Ramayana menyatakan, berdasarkan keadaan tanah dan iklim di Kaltim, mestinya komoditas kopi bisa dikembangkan di Kaltim. Tak ada kendala untuk mengembangkan komoditas ini dari situasi iklimnya. Justru, kopi akan bisa tumbuh dengan baik.

"Kami harap pemerintah tidak fokus pada beberapa komoditi tanaman saja. Banyak tanaman yang perlu diperhatikan. Belum lagi, kopi memiliki banyak variasinya. Dari cappuccino, mochaccino, vanilla latte, dan banyak lagi. Hanya perlu diperhatikan sejak sekarang, agar tidak menyesal belakangan. Sebab, pemerintah, pengusaha, maupun petani saat ini lebih dominan menanam sawit di Kaltim," papar ketua Jurusan Agro Teknologi di Fakultas Pertanian Unmul ini.

Seperti diketahui, produksi kopi nasional sepanjang 2015 hanya tumbuh 1 persen dibanding 2014. Bahkan, beberapa tahun terakhir, produksi tanaman tropis ini disebut stagnan.

Dinas Perkebunan Kaltim mencatat, produksi kopi Kaltim pada 2014 lalu sebesar 562 ton, dengan tingkat produktivitas 229 kilogram per hektare (ha). Angka itu jauh lebih kecil dari capaian empat tahun sebelumnya atau 2010 lalu, dengan produksi yang masih mampu mencapai 1.893 ton, dengan tingkat produktivitas 374 kg per hektare. (mon/lhl/k15)

SUMBER : KALTIM POST, JUMAT, 19 FEBRUARI 2016

Artikel Terkait