(0541)736852    (0541)748382    disbun@kaltimprov.go.id

Penyerapan Pupuk Bersubsidi Minim

17 Juni 2011 Admin Website Artikel 6034
JAKARTA - Penyerapan pupuk urea bersubsidi masih sangat rendah. Tercatat hingga Mei 2011, baru 38% pupuk bersubsidi yang diserap para petani.

Menurut Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Rahmat Pambudi, rendahnya penyerapan pupuk disebabkan kesalahan kebijakan pemerintah.

Rendahnya penyerapan pupuk oleh petani lebih disebabkan kesalahan pemerintah. Pupuk bersubsidi pada tahun sebelumnya diberikan secara gratis. Kenapa sekarang kebijakannya berbeda. Petani masih mengharapkan kebijakan pupuk gratis," tandasnya di Jakarta, Kamis (16/6).

Menurut Rahmat, pemerintah seharusnya konsisten dalam membuat kebijakan. Ini jadi pembelajaran agar pemerintah tidak sembarang membuat kebijakan. Bila sekarang menerapkan kebijakan pupuk bersubsidi, pemerintah harus memonitoring distribusinya. Jangan sampai ada penyelewengan alokasi," tandasnya.

Sementara Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Sumarjo Gatot Irianto mengatakan, minimnya penyerapan pupuk bersubsidi pada musim tanam I memang seperti biasa terjadi. Penyerapan pupuk tertinggi diperkirakan pada musim tanam di bulan Oktober.

"Penyerapan pupuk minim bukan karena permasalahan distribusi. Tapi memang sesuai seperti tahun-tahun sebelumnya. Penyerapan pupuk tertinggi akan berlangsung pada musim tanam di bulan Oktober," tandas Gatot.

Dia menjelaskan, penyebab minimnya penyerapan pupuk bersubsidi seperti urea, ZA, dan NPK adalah penggunaan pupuk organik. Menurutnya, para petani beralih penggunaan pupuk dari pupuk anorganik ke pupuk organik. "Petani lebih memilih untuk menggunakan pupuk organik ketimbang pupuk anorganik," ungkapnya.

Penyebab lainnya, lanjut Gatot, adalah serangan hama wereng di sejumlah sentra pertanian. Adapun daerah yang terkena hama wereng di antaranya, Tasikmalaya, Klaten, Sukoharjo, Boyolali, dan Sragen.

"Rendahnya penyerapan pupuk bersubsidi dibanding alokasi Permentan karena efektifnya penyaluran pupuk menggunakan mekanisme RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Sehingga, spekulan tak bisa bermain. Dengan RDKK untuk pembelian pupuk harus memperlihatkan data kebutuhan sesuai yang ada di RDKK, ucap Gatot.

Dia menambahkan, harga pupuk bersubsidi harus sesuai harga yang ditetapkan pemerintah. Harga tertinggi pupuk urea bersubsidi adalah Rp1.600, sedangkan harga pupuk NPK, dan ZA bervariasi sesuai harga pabrik.

"Jika ditemukan kenaikan harga pupuk bersubsidi melebihi harga yang ditetapkan, para petani harus segera melaporkan kepada Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida yang berada di tiap kabupaten/kota. Sebab itu merupakan pelanggaran," klaimnya.

DIKUTIP DARI MEDIA INDONESIA, KAMIS, 16 JUNI 2011

Artikel Terkait