Petani Harus Kuasai 30% Perusahaan Pengolah Sawit
18 Oktober 2013
Admin Website
Berita Nasional
8284
JAKARTA. Pemerintah mewajibkan perusahaan yang khusus bergerak dalam industri
pengolahan sawit untuk memberi kesempatan kepada petani, melalui koperasi,
memiliki saham minimal 30% atas pabrik kelapa sawit (PKS) yang dikelolanya.
Kepemilikan
saham petani tersebut bisa diperoleh secara bertahap mulai 5% pada tahun ke-5
dan menjadi paling rendah 30% pada tahun ke-15 sejak PKS tersebut beroperasi.
Ketentuan
itu termuat dalam pasal 14 dari Permentan No 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang
Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Beleid baru tersebut menganulir kebijakan
sebelumnya Permentan No 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang hal sama. Permentan
no 98 Tahun 2013 diteken Menteri Pertanian Suswono pada 30 September 2013 dan
diundangkan 2 Oktober 2013 setelah disetujui Menteri Hukum dan HAM Amir
Syamsudin.
Dirjen
Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Gamal Nasir mengungkapkan, selama
ini petani kelapa sawit mengalami kesulitan untuk mendirikan PKS secara mandiri
meski mereka bergabung dalam sebuah koperasi, salah satunya karena persoalan
pendanaan. Sebelumnya, Kementan bahkan menawarkan kepemilikan saham petani
sampai 51% dalam waktu 10 tahun setelah PKS beroperasi. Namun petani menolak
kawasan terlalu memberatkan dan pengusaha pun keberatan dengan usulan tersebut.
Permentan
No 98 Tahun 2013 tidak hanya mengatur komoditas sawit, namun juga komoditas
perkebunan lainnya, yakni tebu, teh, kelapa, karet, kapas, kopi, kakao, jambu
mete, lada, dan cengkih. Selain mengatur kepemilikan petani di PKS, aturan
tersebut juga mengatur tentang kepemilikan luas kebun atas 11 komoditas
tersebut bagi perusahaan yang manajemen dan pemiliknya sama.
Pada
lampiran V dan VI dari Permentan No 98 Tahun 2013 itu, satu perusahaan atau
kelompok perusahaan perkebunan dengan manajemen atau pemilik sama maksimal
hanya boleh membuka lahan tanaman sawit 100.000 hektar (ha), tebu 150 ribu ha,
dan teh 20 ribu ha. Sedangkan luas maksimal untuk tanaman kelapa 40 ribu ha,
karet 20 ribu ha, kapas 20 ribu ha, kopi 10 ribu ha, kakao 10 ribu ha, jambu
mete 10 ribu ha, lada 1.000 ha, dan cengkih 1.000 ha.
Selanjutnya,
pasal 14 secara khusus mengatur bahwa perusahaan industri pengolahan kelapa
sawit yang melakukan kerja sama dengan koperasi perkebunan wajib melakukan penjualan
saham kepada koperasi perkebunan setempat paling rendah 30% pada tahun ke-15. Sedangkan
IUP-P adalah izin usaha perkebunan untuk
pengolahan yang merupakan izin tertulis dari pejabat berwenang dan wajib
dimiliki perusahaan yang melakukan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.
Sekjen
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad mengatakan,
keberadaan Permentan No 98 tahun 2013 menunjukkan keberpihakan pemerintah
kepada petani sawit, meski masih jauh dari harapan keberpihakan yang diinginkan
petani selama ini.
Asmar
menuturkan, keberpihakan pemerintah juga hadir dalam Permentan No 98 Tahun 2013
tersebut. Dalam pasal 15, perusahaan perkebunan mengajukan IUP-B (izin usaha
perkebunan budidaya) atau IUP (izin usaha perkebunan bagi perusahaan yang
memiliki usaha budidaya dan terintegrasi dengan pengolahan hasil perkebunan)
dengan luas 25 ha atau lebih wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat
sekitar dengan luasan paling kurang 20% dari luas areal IUP-B dan IUP.
Namun menurut Gamal Nasir, pemerintah
bukanlah pro-petani dengan terbitnya Permentan No 98 Tahun 2013 tersebut. Pemerintah
hanya ingin menciptakan keadilan dan keseimbangan antara petani dan korporasi.
DIKUTIP DARI INVESTOR DAILY, RABU, 16 OKTOBER 2013
DIKUTIP DARI INVESTOR DAILY, RABU, 16 OKTOBER 2013