Sawit Palsu Kembali Dimusnahkan
27 Mei 2013
Admin Website
Berita Daerah
4666
SAMARINDA. Benih sawit palsu/tak berizin masih banyak
beredar. Diperkirakan, saat ini di Kaltim, penyebaran bibit palsu
mencapai 10 persen dari 33 juta bibit. Jumlah ini masih di bawah
rata-rata bibit palsu yang beredar di Indonesia, yang mencapai 40
persen.
Selasa (21/5), Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim kembali memusnahkan 500 ribu bibit sawit tak berizin di Nunukan, setelah sebelumnya memusnahkan 25 ribu bibit yang ditemukan di Kutai Kartanegara. Kepala UPTD Pengawasan Benih Perkebunan Irsal Syamsa mengatakan, bibit palsu itu kebanyakan ditemukan di penangkar-penangkar hingga petani kecil. "Memang mereka belum banyak yang bisa bedakan benih resmi dengan benih palsu," ucapnya.
Hal itu, kata dia, disebabkan pengedar bibit sawit palsu tak jarang mengaku sebagai petugas dari sumber benih yang sudah ditunjuk.
Selain modus tersebut, pengedar biasanya menjual bibit palsu dengan harga lebih murah. "Kebanyakan mereka berasal dari Sumatera dan Malaysia," beber Irsyal.
Dia mengimbau penyalur maupun petani, agar hanya membeli bibit sawit dari sumber benih yang sudah ditetapkan pemerintah. "Sudah diterbitkan, bahkan sudah diberitakan media," ujarnya.
Bahkan beberapa sumber benih itu, kata dia, kini juga telah bersedia mewaralabakan produknya. Sehingga, petani maupun pengusaha sawit tak lagi harus menunggu selama bertahun-tahun untuk mendapatkan benih unggulan yang terjaga keasliannya.
Waralaba itu bisa dalam hal varietas, benih, dan bibit sawit. Umumnya, waralaba bibit paling populer dilakukan pengusaha sawit saat ini. "Jadi, penerima waralaba nantinya menjual bahan tanam sawit dalam bentuk bibit siap tanam berumur di atas 12 bulan," jelas Irsyal.
Sistem ini digunakan beberapa perusahaan besar swasta yang bekerja sama dengan sumber benih di luar negeri. Di Indonesia, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan dan PT Bakti Tani Nusantara (BTN) bersedia menyediakan bibit unggul mereka untuk diwaralabakan. Kedua perusahaan ini termasuk dalam sepuluh sumber benih yang direkomendasikan Kementerian Pertanian.
Selain mengandalkan sumber resmi yang ada, dia menyebut pemerintah juga mengupayakan penciptaan sumber benih sendiri. "Memang perlu waktu, karena benih sawit unggul paling tidak harus berusia sepuluh tahun," ujarnya. Teknologi dan sumber daya manusia juga, kata Irsya, masih menjadi kendala Kaltim mengembangkan benih unggulan sendiri.
Untuk diketahui, bibit sawit palsu memang sulit dibedakan dengan yang asli. Dampak pemakaian benih palsu baru terungkap, ketika pada masanya, tanaman sawit itu sudah terbukti tak menghasilkan buah.
Sebelumnya, Kepala Bidang Produksi Disbun Kaltim, Sukardi menyebutkan, pemakaian bibit palsu berisiko merugikan petani. "Bibit palsu itu tidak menghasilkan buah. Cangkangnya juga tebal, sehingga bisa merusak mesin," jelasnya.
DIKUTIP DARI KALTIM POST, SABTU, 25 MEI 2013