Terbentur Inpres SBY, Industri Sawit RI Terancam Mandek
20 Juli 2011
Admin Website
Artikel
4700
JAKARTA. Ruang gerak industri sawit Indonesia makin
sempit akibat adanya Inpres (Instruksi Presiden) No. 10/2011 mengenai
Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam
dan Lahan Gambut.
Akibatnya, industri non migas tersebut tereduksi pertumbuhannya terjadap angkatan kerja dan investasi yang saat ini cenderung menurun akibat adanya penghentian pembukaan lahan baru.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Soebagyo dalam siaran pers acara Diskusi Interaktif 'Moratorium Mengancam Minyak Sawit Lestari' yang dilakukan di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (20/7/2011).
"Idealnya, kehadiran Inpres tersebut tidak harus menimbulkan persoalan baru tapi justru memberikan kekuatan dan dukungan baru bagi kelanjutan minyak sawit lestari," tanggapnya.
Kemudian dilanjutkan, dalam perkembangannya Inpres No. 10/2011 tersebut banyak menuai persoalan, seperti adanya benturan regulasi antara Keputusan Presiden No.32/1990 dan Peraturan Menteri Pertanian No.14/2009 tentang pengaturan pemanfaatan lahan gambut untuk kebun sawit.
"Sinergitas antara pemerintah, pelaku usaha, dan pemerhati lingkungan sangat penting untuk persamaan persepsi terhadap upaya perkembangan industri kelapa sawit nasional," lanjut Firman.
Katanya, industri kelapa sawit nasional telah berkontribusi sebesar 10% terhadap pendapatan pemerintah dari sektor non migas, dan juga menyerap tenaga kerja$
"Terlebih lagi Kementerian Pertanian telah menargetkan pertumbuhan produksi minyak sawit pada 2020 mencapai lebih dari 40 juta ton. Ini berhubungan erat dengan produktivitas dan luas lahan yang akan terus ditingkatkan. Maka itu dibutuhkan intensifikasi dan ekstensifikasi yang harus dilakukan bersamaan," jelasnya.
Maka itu, seharusnya adanya Inpres tersebut dapat mendukung target kembangan kelapa sawit nasional. "Dukungan pemerintah sangat diperlukan guna mendorong produsen Indonesia menghasilkan minyak sawit lestari yang dapat digunakan sebagai bahan baku minyak makanan, dan non makanan yang hijau, terbarukan, dan ramah lingkungan," tuturnya.
Seperti diketahui, produksi sawit Indonesia di 2010 mencapai 20,8 juta ton dengan nilai US$ 20,8 miliar. Naik dibandingkan 2009 dengan produksi 19,7 juta ton senilai US$ 14 miliar.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, RABU, 20 JULI 2011
Akibatnya, industri non migas tersebut tereduksi pertumbuhannya terjadap angkatan kerja dan investasi yang saat ini cenderung menurun akibat adanya penghentian pembukaan lahan baru.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Soebagyo dalam siaran pers acara Diskusi Interaktif 'Moratorium Mengancam Minyak Sawit Lestari' yang dilakukan di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (20/7/2011).
"Idealnya, kehadiran Inpres tersebut tidak harus menimbulkan persoalan baru tapi justru memberikan kekuatan dan dukungan baru bagi kelanjutan minyak sawit lestari," tanggapnya.
Kemudian dilanjutkan, dalam perkembangannya Inpres No. 10/2011 tersebut banyak menuai persoalan, seperti adanya benturan regulasi antara Keputusan Presiden No.32/1990 dan Peraturan Menteri Pertanian No.14/2009 tentang pengaturan pemanfaatan lahan gambut untuk kebun sawit.
"Sinergitas antara pemerintah, pelaku usaha, dan pemerhati lingkungan sangat penting untuk persamaan persepsi terhadap upaya perkembangan industri kelapa sawit nasional," lanjut Firman.
Katanya, industri kelapa sawit nasional telah berkontribusi sebesar 10% terhadap pendapatan pemerintah dari sektor non migas, dan juga menyerap tenaga kerja$
"Terlebih lagi Kementerian Pertanian telah menargetkan pertumbuhan produksi minyak sawit pada 2020 mencapai lebih dari 40 juta ton. Ini berhubungan erat dengan produktivitas dan luas lahan yang akan terus ditingkatkan. Maka itu dibutuhkan intensifikasi dan ekstensifikasi yang harus dilakukan bersamaan," jelasnya.
Maka itu, seharusnya adanya Inpres tersebut dapat mendukung target kembangan kelapa sawit nasional. "Dukungan pemerintah sangat diperlukan guna mendorong produsen Indonesia menghasilkan minyak sawit lestari yang dapat digunakan sebagai bahan baku minyak makanan, dan non makanan yang hijau, terbarukan, dan ramah lingkungan," tuturnya.
Seperti diketahui, produksi sawit Indonesia di 2010 mencapai 20,8 juta ton dengan nilai US$ 20,8 miliar. Naik dibandingkan 2009 dengan produksi 19,7 juta ton senilai US$ 14 miliar.
DIKUTIP DARI DETIK ONLINE, RABU, 20 JULI 2011